Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat
dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok
adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi
menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang
pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang
keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini,
organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki
keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah,
tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral
adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan
yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua
masyarakat.
Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang
berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada
standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika
masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi
secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki
keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana
mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan
standar moral kita.
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan
system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk
didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang
diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini
mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan
perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan
system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan
organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung
jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan
multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan
pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan
multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran,
jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam
budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa
perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.
ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya
adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua
menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun
etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas.
Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil
penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.
A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu
benar dan salah, atau baik dan jahat.
Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis
tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang
kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara
moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang
tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai
pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai,
semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral
pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh
kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan
perkumpulan.
Hakekat standar moral :
Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita
anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan
manusia.
Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh
keputusan dewan otoritatif tertentu.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain
termasuk (khususnya) kepentingan diri.
Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak
memihak.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan
kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan
yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran
yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada
pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan
dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.
• Apa itu “etika bisnis”?
• Apa saja enam tingkatan dalam membangun moral?
• Perlukah standar moral diaplikasikan dalam bisnis?
• Kapan seseorang secara moral bertanggung jawab untuk perbuatan salahnya?
Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika
dan bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah
benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck
and Company dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ;
River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta
penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika
Latin.
Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui
gigitan lalat hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi
dengan melepaskan jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar
ke seluruh tubuh dengan bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan
bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh dan gatal yang amat sangat tak
tertahankan, sehingga korban kadang-kadang memutuskan bunuh diri.
Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company,
perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan
yang terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit
penyebab river blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan
kepada Direktur Merck, Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka
mengembangkan obat tersebut untuk manusia.
Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut,
penderita river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset
medis dan tes klinis berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat
menghabiskan lebih dari 100 juta dollar.
Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya,
karena penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek
samping, publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat
murah tersedia, obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk
hewan,sehingga menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama
ini menguntungkan.
Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan
bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk
kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya
akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck
enggan membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti
untuk river blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam
penderitaan menyakitkan. Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada
kesimpulan bahwa keuntungan manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu
signifikan untuk diabaikan. Keuntungan manusiawi inilah, secara moral
perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal ekonomis yang kecil. Tahun
1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan Invernectin versi manusia.
Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck
berhasil membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan
seluruh jejak parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru.
Sayangnya tidak ada yang mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada
WHO, pemerintah AS dan pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit
tersebut, mau membeli untuk melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit
ini, tapi tak satupun menanggapi permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan
memberikan secara gratis obat tersebut, namun tidak ada saluran distribusi
untuk menyalurkan kepada penduduk yang memerlukan. Bekerjasama dengan WHO,
perusahaan membiayai komite untuk mendistribusikan obat secara aman kepada
negara dunia ketiga, dan memastikan obat tidak akan dialihkan ke pasar gelap
dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite mendistribusikan obat untuk
jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita dari penderitaan
yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut. Merck
menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat
yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah
mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck membantu
mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun
perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis
jangka panjang yang penting.
Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi
istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang
berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan
keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi
bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin
diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.